mediacardasindonesia.com
yang lebih tepat sasaran.
Pemerintah juga ingin mengurangi potensi penyimpangan dan memastikan pengendalian harga dalam masyarakat.
Kendati demikian, Pakar Kebijakan Publik Universitas Pandu, Yudparahita, Achmad Nur Hidayat mengatakan masyarakat harus menghadapi perubahan sistem distribusi LPG 3 kg yang signifikan. Kini pembelian gas LPG harus dari pusat distribusi saja.
“Dengan kata lain, ada perubahan sistem distribusi yang signifikan, yang kemungkinan besar akan kesulitan masyarakat kecil, terutama mereka yang tinggal jauh dari pusat pengiriman,” ujar Achmad dalam keterangan tertulis, Minggu (2/2/2025).
Keadaan ini juga dilihat akan menambah biaya logistik dalam bentuk ongkos angkutan maupun waktu yang lebih lama untuk mendapatkan bahan bakar.
:
Harga aslinya berkisar antara Rp18.500 hingga Rp23.000 per tabung kini menjadi Rp25.000 hingga Rp38.000 per tabung.
Dia juga menyoroti potensi terjadinya pasar gelap atau jalur distribusi yang tidak resmi dengan menawarkan harga LPG yang lebih tinggi karena kekurangan di kalangan masyarakat bawah.
:
Padahal, tujuan utama kebijakan ini adalah untuk memastikan LPG berukuran 3 kg hanya sampai kepada mereka yang benar-benar berhak menerima subsidi.
“Masyarakat yang tidak memiliki akses ke stasiun bahan bakar resmi mungkin akan mengalami kesulitan mendapatkan bensin dengan harga yang wajar,” ujarnya.
Kondisi ini juga menjadikan monopoli distribusi pada pusat distribusi, sementara warga kecil yang sebelumnya memercayakan pengecer untuk kebutuhan bahan bakar bersubsidi barulah kehilangan fleksibilitas dalam mendapatkan bahan bakar tersebut.
“Mereka akan dipaksa mengikuti aturan yang tidak sepenuhnya mempertimbangkan keadaan lapangan,” jelasnya.
Menurutnya, larangan tersebut tidak hanya membatasi akses masyarakat kecil terhadap LPG bersubsidi, tapi juga meningkatkan biaya logistik yang nantinya akan berkontribusi langsung terhadap inflasi nasional.
Dengan meningkatnya biaya transportasi dan akses yang terbatas, harga LPG naik, serta wirausahawan UKM harus menghadapi biaya operasional tambahan.
“Sampah plastik ini pada akhirnya ditransfer ke harga jual produk dan jasa mereka, yang langsung berpengaruh pada harga-harga bahan pangan pokok di masyarakat,” ujarnya.
Selain itu, kekurangan kemampuan masyarakat untuk mendapatkan LPG 3 kg dengan harga yang wajar juga meningkatkan tekanan terhadap daya beli mereka.
Kondisi ini mengurangi kemampuan konsumsi rumah tangga, mencegah pertumbuhan ekonomi sektor mikro, dan menambah tekanan inflasi yang sudah tinggi akibat faktor lainnya di luar negeri.
“Dengan demikian, kebijakan ini seharusnya dievaluasi kembali, karena dampaknya tidak hanya menimpa penerima manfaat subsidi, tetapi juga mengganggu stabilitas harga nasional,” tegasnya.
kg dianggap tidak akan mencapai target dengan kebijakan batasan distribusi tersebut. Menurut beliau, jika akses masyarakat akan LPG 3 kg menjadi lebih terbatas, harga di lapangan akan semakin tidak terkendali. Dalam perilaku pasar, kurangnya akses sering mengarah pada kenaikan harga.
Jika stok resmi tidak mencukupi kebutuhan warga dalam jumlah yang cukup, maka akan terjadi pembeli yang meminta semakin banyak sementara stok yang tersedia semakin kurang. Hal ini akan memberikan kemungkinan bagi pihak tertentu untuk menaikkan harga.
Dengan harga lebih tinggi dari biasanya.
Oleh karena itu, masyarakat yang semestinya mendapatkan subsidi tetap akan menghadapi harga yang mahal, bahkan mungkin lebih mahal daripada ketika mereka masih membelinya dari pedagang tunggal.